Hukum Beramal dengan Hadits Dhoif (Lemah)
Asy Syaikh DR. Abdul Karim Al Khudhair-hafizhahullahu-
(alih bahasa : Abu Shafwan Al Munawy)
Asy
Syaikh Al Muhaddits Al Faqih Dr. AbdulKarim bin Abdullah Al Khudhair
–hafidzahullahu ta’ala- (Anggota Haiah Kibar Ulama dan Komite Tetap
untuk Fatwa KSA) ditanya :
“Apa hukum berdalil dan beramal dengan hadits dhoif?”
Beliau menjawab :
Segala puji hanya bagi Allah Azza wa Jalla, Adapun hukum beramal dengan hadits dhoif maka perlu perincian sebagai berikut :
1. Beramal dengan hadits dhoif dalam masalah aqidah hukumnya tidak boleh berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama Islam).
2. Beramal dengan hadits dhoif dalam masalah hukum-hukum fiqh; jumhur ulama berpendapat tidak membolehkannya.
3.
Beramal dengannya dalam masalah fadhail (keutamaan amal), tafsir, dan
sirah Nabi; jumhur ulama berpendapat bolehnya berdalil dengan hadits
dhoif pada masalah-masalah ini dengan beberapa syarat dan batasan :
- Sisi dhoif (cacat), haditsnya tidak terlalu lemah.
- Hadits dhoif tersebut memiliki dasar hukum dalam syariat.
-
Ketika beramal dengannya, tidak boleh meyakini bahwa hadits itu berasal
dari Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam- akan tetapi ia hendaknya
mengamalkannya hanya sebagai sikap kehati-hatian.
Imam
Nawawi dan Mula ‘Aly Qory –rahimahumallah- telah menukilkan tentang
ijma’nya para ulama atas bolehnya beramal dengan hadits dhoif dalam
fadhoil ‘amal, akan tetapi ini tidak benar karena sebagian para ulama
menyelisihi hal tersebut diantara mereka adalah Abu Hatim, Abu Zur’ah,
Ibnul ‘Araby, Asy-Syaukani, dan Al Albaniy –rahimahumullah- dan pendapat
inilah (tidak bolehnya beramal dengan hadis dhoif dalam fadhoil ‘amal)
yang tersirat dari ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyim
–rahomahumallah- serta pendapat ini juga telah diisyaratkan oleh Imam
Al-Bukhari dan Muslim –rahimahumallah-. Oleh karena itu berdasarkan
pendapat ini maka tidak boleh beramal dengan hadits dhoif dalam semua
permasalahan agama tanpa terkecuali, dan boleh disebutkan namun hanya
sebagai pelajaran. Ibnul Qoyyim juga mengisyaratkan bahwa hadits dhoif
mungkin bisa dijadikan sebagai dalil untuk menguatkan salah satu dari
dua pendapat yang sama-sama kuat. Namun pendapat yang benar adalah bahwa
Hadis dhoif tidak boleh diamalkan/dijadikan dalil selama tidak adanya
keyakinan akan adanya hadits lain yang menguatkannya sehingga dapat
mencapai derajat hadits hasan lighoirihi. Wabillahi At Taufiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar