I. TAQDIEM
Merupakan nikmat Allah Ta’ala yang terbesar atas umat ini adalah
disempurnakannya Ad Dien ini dan terpeliharanya Al Qur’an Al Karim -yang
merupakan pedoman hidup kita- dari campur tangan manusia yang mau
menodai kesuciannya dan mengubah isinya. Dan hal ini tidaklah terdapat
pada agama-agama dan ummat-ummat sebelum kita. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا﴾
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu” (QS.Al Maaidah:3) Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman:
﴿ إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz Dzikr, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya” (QS. Al Hijr:9) Pemeliharaan Allah Ta’ala
terhadap Ad Dien dan Al Qur’an adalah disebabkan posisi dan kedudukan
Dienul Islam yang merupakan dien penutup, yang tidak ada lagi dien yang
datang sesudahnya. Sebagaimana Allah Ta’ala menjaga kemurnian Al Qur’an
dari segala macam bentuk penyelewengan dan campur tangan manusia, maka
Allah Ta’ala juga menjaga As Sunnah yang merupakan salah satu dari
sumber syari’at Islam dan merupakan penjelas terhadap Al Quran. Adapun
bentuk penjagaan Allah Ta’ala terhadap As Sunnah adalah dengan
menghidupkan serta membimbing para ulama hadits untuk tampil berkhidmat
kepada As Sunnah. Maka dengan khidmat yang mereka lakukan lewat
pemisahan hadits-hadits yang dho’if dan maudhu’ dari hadits-hadits yang
shohih sehingga kita dapat beribadah dengan penuh keyakinan dan
bashiroh. Saat ini kita berada di masa yang penuh kegoncangan dengan
berbagai macam sistem yang ada, yang mana sistem-sistem tersebut tidak
mampu melahirkan keselamatan serta jaminan ketenangan untuk penduduk
dunia. Kesemuanya itu disebabkan tidak dipraktekkannya sumber-sumber
syari’at Islam. Karenanya kita sebagai kaum muslimin hendaknya
berkeyakinan teguh bahwa makhroj (solusi) dari seluruh problematika yang
kita hadapi adalah ruju’(kembali) kepada ajaran Islam yang murni yang
termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah dijalankan dengan
baik oleh para As-Salaf Ash-Sholih – –رحمهم الله
Dan mashodir (sumber-sumber) syari’at Islam tidaklah asing bagi kaum
muslimin dan tidak diragukan lagi bahwa As-Sunnah merupakan salah satu
sumber hukum Islam disamping Al-Qur’an dan dia mempunyai cabang-cabang
yang sangat luas, hal ini disebabkan karena Al-Qur’an kebanyakan hanya
mencantumkan kaidah-kaidah yang bersifat umum serta hukum-hukum yang
sifatnya global yang mana penjelasannya didapatkan dalam As-Sunnah
An-Nabawiyah.
Oleh karena itu As-Sunnah mesti dijadikan landasan dan rujukan serta
diberikan inayah (perhatian) yang sepantasnya untuk digali hukum-hukum
yang terkandung di dalamnya. Dan pembahasan tentang sunnah Nabi
Shallallhu ‘alaihi wa sallam merupakan hal yang sangat penting dalam
pembentukan fikroh islamiyah serta upaya untuk mengenal salah satu
mashdar syari’at Islam, apalagi As-Sunnah sejak dulu selalu menjadi
sasaran dari serangan-serangan firqoh yang menyimpang dari manhaj yang
haq, yang bertujuan untuk memalingkan ummat Islam dari manhaj Nabawi dan
menjadikan mereka ragu terhadap As-Sunnah. Sebagaimana yang kita
saksikan pada abad ini dimana para orientalis melemparkan berbagai
syubhat untuk menimbulkan fitnah bagi kaum muslimin. Dan sungguh sangat
disayangkan sekali karena sebagian kaum muslimin termasuk para da’inya
tertipu dengan pemikiran-pemikiran kaum orientalis yang dikemas dengan
bahasa yang diperindah yang mencoba membuat keragu-raguan terhadap
kedudukan dan fungsi As-Sunnah dalam syari’at Islam. Sehingga lahirlah
dalam tubuh kaum muslimin sendiri termasuk para da’inya dan dari
sebagian person yang dikategorikan sebagai ulama yang mengingkari
manzilah (kedudukan) dan fungsi As-Sunnah tersebut secara keseluruhan
maupun sebagiannya.
Mudah-mudahan tulisan yang ringkas dan sederhana ini dapat menjelaskan
kepada kita tentang manzilah dan fungsi As-Sunnah serta kewajiban
berpegang teguh kepadanya sekaligus menjawab syubhat-syubhat yang
dilontarkan para pengingkarnya. WAllah Ta’alaul Musta’an
II. TA’RIEF (DEFINISI) AS-SUNNAH
1. Menurut bahasa ( Lughoh ) سَنَّ – يَسنّ – سنّا،سنّة
Ditinjau dari etimologinya (bahasa) As Sunnah berarti : siroh atau
thoriqoh (jalan) yang baik maupun yang buruk Allah Ta’ala berfirman:
﴿ يريد اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم ﴾
“Allah Ta’ala hendak menerangkan (hukum syari`at-Nya) kepadamu, dan
menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu dan (hendak)
menerima taubatmu. Dan Allah Ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(QS. An Nisaa:26) Dalam tafsir Al Qurthubi disebutkan bahwa salah satu
makna:
﴿ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ ﴾
Adalah:“Dia menjelaskan kepadamu jalan-jalan orang sebelummu dari ahlul
hak dan batil” Tafsiran ini menunjukkan bahwa kata sunan yang merupakan
bentuk jama’ dari sunnah digunakan pada yang baik maupun yang buruk,
Makna menurut bahasa ini juga ditunjukkan dalam sebuah hadits :
] مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً
فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا
وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ [
“Barangsiapa yang melakukan di dalam Islam sunnah (jalan/contoh) yang
baik maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya
sesudahnya tanpa mengurangi pahala dari orang-orang tersebut sedikit
pun. Dan barangsiapa melakukan di dalam Islam jalan/contoh (sunnah) yang
tidak baik maka atasnya dosa dan dosa orang-orang yang mengamalkannya
sesudahnya tanpa mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikit pun ”
2. Menurut istilah Ulama kita berikhtilaf dalam meletakkan definisi As Sunnah sesuai dengan bidang dan disiplin ilmu mereka.
· Menurut Ulama Hadits ( Muhadditsun ) : “ Segala sesuatu yang bersumber
dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam berupa perkataan,perbuatan,
persetujuan, sifat jasmani dan akhlaq beliau; baik itu sebelum diutus
maupun sesudahnya“.
· Menurut Ulama Ushul Fiqh (Ushuliyyun) : “ Segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam selain dari Al Qur’an,
baik itu perkataan, perbuatan, dan taqrir yang pantas dijadikan dalil
untuk menetapkan hukum syar’i “ ·
Menurut Ulama Fiqh (Fuqahaa) : “ Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Shallallhu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu/wajib “ ·
Menurut Ulama Aqidah : “ As Sunnah adalah segala sesuatu yang sesuai
dengan Kitab(Al Quran) dan Hadits serta Ijma’ Salafil Ummah baik itu
masalah aqidah maupun ibadah yang merupakan lawan dari bid’ah “
Dari keempat definisi yang telah disebutkan oleh Ulama tersebut nampak
bagi kita bahwa definisi yang disebutkan oleh Ulama hadits adalah
definisi yang terlengkap dan cakupannya paling luas dan definisi inilah
yang kita maksudkan dalam pembahasan ini. Namun demikian, jika kita
perhatikan ketiga definisi yang lain tersebut maka akan didapati bahwa
setiap definisi mempunyai maksud dan sasaran tertentu yang sesuai dengan
bidang dan disiplin ilmu para ulama kita.rahimahumullah jami'an
Makna-makna lain dari As-Sunnah yang tercantum dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits serta yang disebutkan oleh ulama Salaf kita adalah :
a. Peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berulang yang telah terjadi pada ummat-ummat terdahulu Allah Ta’ala berfirman:
﴿ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ ﴾
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah Ta’ala;
karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (Q.S. Ali Imran:137).
b. Keputusan dan ketentuan Allah Ta’ala yang tetap dan pasti terjadi Firman Allah Ta’ala :
﴿ سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلًا ﴾
“(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap
rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati
perubahan bagi ketetapan Kami itu.(QS.Al Israa:77) Firman Allah Ta’ala
﴿ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا ﴾
“Sebagai sunnah Allah Ta’ala yang berlaku atas orang-orang yang telah
terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati
perubahan pada sunnah Allah Ta’ala. ( Q.S.Al Ahzab:62) Juga firman-Nya:
﴿ سُنَّةَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا ﴾
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu
sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu (Q.S.Al
Fath:23)
c. Apa-apa yang dipegangi oleh para As-Salaf Ash-Sholih, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits 'Irbadh bin Sariyah t:
]…فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ…[
"…hendaknya kalian mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin yang
mendapatkan petunjuk,berpegan teguhlahlah padanya, gigitlah sunnah
tersebut dengan gigi gerahammu…"(HR.Abu Daud,Tirmidzi dan Ibnu Majah)
d. Masalah-masalah pokok dari Ad-Dien ini;.hal ini ditunjukkan dengan
penggunaan istilah sunnah oleh para ulama kita terhadap buku-buku aqidah
mereka.Diantaranya: kitab As Sunnah dan Ushul Assunnah oleh Imam Ahmad,
As Sunnah oleh Ibnu Abi 'Ashim, As Sunnah oleh Imam Al Khallal dan
Assunnah oleh Abdullah bin Imam Ahmad rahimahumullah jami'an
Adapun makna hadits menurut :
a. Bahasa adalah : sesuatu yang baru atau sesuatu yang dibicarakan.
b. Istilah adalah : kebanyakan ulama kita menganggapnya bersinonim
dengan As Sunnah sebagaimana definisi yang telah disebutkan menurut
definisi Ahli Hadits Namun ada juga diantara ulama yang membedakannya
dimana mereka menjadikan pengertian hadits adalah khusus sabda Nabi
Shallallhu ‘alaihi wa sallam dan ada juga yang mendefinisikannya sebagai
setiap kejadian yang dinisbatkan kepada Nabi Shallallhu ‘alaihi wa
sallam walaupun beliau mengerjakannya hanya sekali di kehidupannya yang
mulia.
III. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AS-SUNNAH DALAM SYARI’AT ISLAM
Telah sepakat ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah bahwa As-Sunnah merupakan hujjah dan salah satu sumber syari’at Islam
Diantara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As-Sunnah merupakan hujjah :
Dalil Pertama :AL QUR’AN
Sangat banyak ayat-ayat dalam Al Qur’an yang menunjukkan bahwa As-Sunnah
merupakan hujjah. Dan ayat-ayat ini mempunyai banyak jenis, dan
terkadang ayat yang satu mengandung lebih dari satu jenis atau macam.
Berikut ini kami sebutkan 5 jenis ayat-ayat Al Qur’an tersebut :
1. Yang menunjukkan wajibnya beriman kepada Nabi Muhammad
r
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ءَامِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي
أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah Ta’ala turunkan kepada
Rasul-Nya, serta kitab yang Allah Ta’ala turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” (Q.S.An Nisaa:136)
﴿ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا % لِتُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ
بُكْرَةً وَأَصِيلًا ﴾
" Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya, menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih
kepada-Nya di waktu pagi dan petang" (QS.Al Fath:8-9)
2. Yang menunjukkan bahwa Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan isi kandungan Al Qur’an Allah Ta’ala berfirman:
﴿ بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ
لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ ﴾
"… keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, ( Q.S. An
Nahl:44)
3. Yang menunjukkan wajibnya taat kepada Rosulullah Shallallhu ‘alaihi
wa sallam secara mutlak dan ketaatan kepadanya merupakan perwujudan
ketaatan kepada Allah Ta’ala serta ancaman bagi yang menyelisihi dan
mengubah sunnahnya Firman Allah Ta’ala :
﴿ وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَاب ﴾
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah
Ta’ala. Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat keras hukuman-Nya”. (QS.Al
Hasyr:7) Juga Allah Ta’ala berfirman:
﴿ مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا ﴾
"Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati
Allah Ta’ala. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."(QS.An
Nisaa;80) Allah Ta’ala berfirman:
﴿ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴾
"… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih"(QS.An Nuur:63)
4. Yang menunjukkan wajibnya mengikuti serta beruswah kepada beliau r
dan mengikuti sunnahnya merupakan syarat untuk meraih mahabbatullah
Firman Allah Ta’ala :
﴿ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ﴾
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Ta’ala dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Ta’ala.” (Q.S.
33:21) Firman Allah Ta’ala
:
﴿ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴾
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah Ta’ala, ikutilah
aku, niscaya Allah Ta’ala mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Ta’ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Ali Imron:31)
5. Yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala U memerintahkan kepada beliau r
untuk mengikuti firman-Nya dan menyampaikan seluruh wahyu serta
penegasan bahwa beliau telah melaksanakan perintah tersebut dengan baik .
Allah Ta’ala berfirman:
﴿ يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ
وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا(1)وَاتَّبِعْ مَا
يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرًا ﴾
“Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah Ta’ala dan janganlah kamu menuruti
(keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya
Allah Ta’ala adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, dan ikutilah
apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al Ahzab:1-2) Firman Allah
Ta’ala :
﴿ يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ
مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ ﴾
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan
jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu
tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah Ta’ala memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.” (QS.Al Maaidah:67) Juga firman Allah
Ta’ala
:
﴿ وَإِنَّكَ لَتَدْعُوهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم ﴾
" Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus." (QS.Al Mu'minun:73)
Dalil Kedua : AL HADITS
Sebagaimana Al Qur’an, dalam Al Hadits juga sangat banyak memuat
dalil-dalil yang menunjukkan bahwa As Sunnah merupakan hujjah.
Dalil-dalil tersebut bisa diklasifikasikan menjadi 3 jenis :
1. Kabar yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan bahwa
beliau diberikan wahyu dan apa yang beliau sampaikan merupakan syari’at
Allah Ta’ala, karenanya mengamalkan As Sunnah berarti mengamalkan Al
Qur’an. Dan Iman tidak akan sempurna kecuali setelah mengikuti sunnahnya
dan tidak ada yang bersumber dari beliau kecuali baik dan benar
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ t عَنْ رَسُولِ اللَّهِ r أَنَّهُ
قَالَ: ] أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا
يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا
الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا
وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ لَكُمْ
لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ [
- Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib t dari Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “ Ketahuilah sesungguhnya telah diberikan kepadaku Al
Kitab (Al Qur’an) dan yang semisal dengannya (As Sunnah), ketahuilah
akan datang seorang laki-laki yang kekenyangan di atas sofanya dan
berkata :”Hendaknya kalian berpegang teguh pada Al Qur’an ini, apa yang
kalian dapati di dalamnya tentang kehalalannya maka halalkan, dan apa
yang kalian dapati tentang keharamannya maka haramkan”, (Rasulullah r
bersabda):"Ketahuilah bahwa tidak dihalalkan bagi kalian keledai negeri
dan setiap binatang buas yang bertaring
“
عن أبي هريرةt أن رسول الله r : ) مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ …(
“Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwasanya Rosulullah Shallallhu
‘alaihi wa sallam bersabda :” Barangsiapa yang taat kepadaku sungguh ia
telah taat kepada Allah Ta’ala dan siapa yang bermaksiat kepadaku
sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala…” Dari Abu Hurairah
Radhiyallah ‘anhu berkata: Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
] كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى [ رواه البخاري ومسلم
” Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para sahabat)
bertanya, “Siapa mereka itu yang enggan wahai Rosulullah” ? Beliau
bersabda : “Barangsiapa yang menaatiku maka dia akan masuk surga dan
siapa yang mendurhakaiku maka dialah yang enggan masuk surga “
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ
أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ e أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ
وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ r بَشَرٌ
يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ
فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ e فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى
فِيهِ فَقَالَ : ] اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ
مِنْهُ إِلَّا حَقّ [
Dari Abdulah bin Amr t bahwasanya dia berkata: Dulu saya menulis seluruh
apa yang saya dengar dari Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam yang
ingin saya hafal, namun kaum Quraisy melarangku, mereka berkata:
Sesungguhnya engkau menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari
Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam padahal Rosulullah Shallallhu
‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia biasa yang berbicara saat marah
dan senang. Maka saya menghentikan penulisan tersebut lalu saya
menyebutkan hal tersebut kepada Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam
lalu beliau bersabda-sambil mengisyaratkan dengan jarinya ke mulut
beliau-:”Tulislah ! Demi zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya tidak ada
yang keluar darinya kecuali haq “
2. Perintah beliau untuk memegang teguh sunnahnya dan larangan beliau
hanya mengambil dan mengamalkan Al Qur’an tanpa As Sunnah dan mengikuti
hawa nafsu serta hanya menggunakan logika belaka.
عن الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ t أن رسول الله r َقَالَ : ] أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ [
Dari ‘Irbadh bin Sariyah t bahwasanya Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa
sallam bersabda :” Saya berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada
Allah Ta’ala, dan untuk mendengar serta taat (kepada pemimpin), walaupun
(yang memerintah kalian) seorang hamba yang bersal dari
Habasyah(Ethiopia), karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian
sesudahku maka dia akan melihat ikhtilaf (perselisihan) yang banyak,
maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para
khulafaur rosyidin, pegangilah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi
geraham kalian, dan jauhilah seluruh perkara-perkara yang baru, karena
sesungguhnya segala yang baru itu bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah
sesat
“
- عن أبى رافع t عن النبي r قَالَ :] لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ
مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يَأْتِيهِ الْأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا
أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُولُ لَا نَدْرِي مَا وَجَدْنَا
فِي كِتَابِ اللَّهِ اتَّبَعْنَاهُ [ رواه أبو داود و الترمذي و ابن ماجه
- Dari Abu Rafi’ t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:”
Saya tidak ingin mendapatkan salah seorang diantara kalian yang
bersandar di atas sofanya, datang kepadanya perintahku atau laranganku
lalu dia berkata :”Kami tidak tahu, apa yang kami dapat di dalam Al
Qur’an itulah yang kami ikuti “
-ِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ tعَنْ النَّبِيِّ r قَالَ : ] دَعُونِي مَا
تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ
وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ
فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ [ رواه البخاري ومسلم
- Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa
sallam bersabda:” Tinggalkanlah apa yang aku tinggalkan, karena
sesungguhnya yang membinasakan orang sebelum kalian adalah pertanyaan
mereka dan kedurhakaan mereka terhadap nabi-nabi mereka, maka jika aku
melarang sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintah kalian
sesuatu maka laksankanlah sekemampuan kalian “
3. Perintah beliau r untuk mendengarkan haditsnya, menghafalkannya, dan
menyampaikannya kepada yang belum mendengarnya dan beliau menjanjikan
bagi yang menyampaikannya berupa pahala yang sangat besar.
عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ e يَقُولُ :
] نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا
سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ [ رواه الترمذي وابن ماجه
وأحمد
Dari Abdullah bin Mas’ud t berkata:” Saya telah mendengar Nabi
Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Semoga Allah Ta’ala menjadikan
berseri-seri wajah seseorang yang mendengarkan sesuatu dari kami
kemudian dia menyampaikannya sebagaimana yang dia dengarkan. Boleh jadi
yang disampaikan lebih memahami dari yang mendengar (langsung) “
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ: ] بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً …[
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash t bahwasanya Nabi Shallallhu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ” Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat
…”
عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ t عَنْ النَّبِيِّ e قَالَ : ]… أَلَا
لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يَبْلُغُهُ أَنْ
يَكُونَ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ [ رواه البخاري و مسلم
Dari Abu Bakrah t dari Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:”…
Perhatikanlah, hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir, sebab boleh jadi sebagian orang yang disampaikan lebih paham dari
orang yang (langsung) mendengar “
Dalil Ketiga : I J M A’
Jika kita menelusuri atsar-atsar ulama Salaf dan khabar-khabar ulama
Khalaf sejak masa Khulafaur Rosyidin hingga masa kini tidak kita dapati
seorang imam mujtahid pun bahkan seorang muslim yang awam yang mempunyai
sebesar dzarrah keimanan pada hatinya yang mengingkari kewajiban untuk
berpegang teguh pada As Sunnah dan berhujjah dengannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata:” Dan hendaknya diketahui
bahwa tidak seorang pun diantara para imam yang diikuti oleh umat ini
sengaja menyelisihi Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam dari sunnah
yang kecil dan besar. Karena sesungguhnya, mereka telah sepakat dengan
penuh keyakinan akan kewajiban mengikuti Rosulullah Shallallhu ‘alaihi
wa sallam dan bahwa setiap orang diterima dan ditolak perkataannya
kecuali Rosulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam “
Dalil Keempat : Bahwa kita tidak mungkin beribadah dengan benar jika hanya berpegang dengan Al Qur’an.
Tidak mungkin bagi akal manusia biasa yang tidak diturunkan kepadanya
wahyu dan Allah Ta’ala I tidak menguatkan dengannya dapat mampu memahami
secara rinci syari’at ini beserta hukum-hukumnya jika hanya berpegang
dengan Al Qur’an. Karena Al Qur’an mengandung beberapa dalil-dalil yang
mujmal (global) yang membutuhkan penjelasan. Berikut ini kami sebutkan
beberapa contoh urgensi As Sunnnah untuk memahami makna Al Qur’an :
1. Firman Allah Ta’ala dalam Q.S. Al Maaidah:38
﴿ وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴾
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Ayat ini menyebutkan pencuri secara mutlak demikian pula
tangan yang harus dipotong, jika seseorang hanya berpegang pada ayat ini
maka boleh jadi dia akan mengatakan setiap orang yang mencuri wajib
dipotong tangannya walaupun jumlah yang kecil demikian pula dia akan
mengatakan bahwa seluruh bagian yang dinamakan tangan harus dipotong.
Namun dalam hadits disebutkan bahwa pencuri yang dipotong tangannya
adalah hanyalah yang mencuri sebesar 1/4 dinar dan lebih
عَنْ عَائِشَةَ : قَالَ النَّبِيُّe : ] تُقْطَعُ الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدً ا [
Dari Aisyah radhiyallohu anha.berkata bahwa Nabi Shallallhu ‘alaihi wa
sallam bersabda: Dipotong tangan (jika mencuri) seperempat dinar atau
lebih Adapun batasan tangan yang dipotong adalah hingga persendian
(pergelangan tangan).sebagaimana yang diketahui dari perbuatan
Rasulullah r dan para sahabatnya.
2. Firman Allah Ta’ala :
﴿ ُقلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ
وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الحياة
الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ ﴾
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah Ta’ala
yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan)
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang mengetahui.(QS.Al A'raaf:32) Zhohir ayat ini
adalah seluruh perhiasan halal, jika kita hanya berpegang pada ayat ini
maka kita akan menghalalkan seluruh jenis perhiasan namun dalam sebagian
hadits disebutkan bahwa ada beberapa perhiasan yang diharamkan,
diantaranya emas dan sutra bagi laki-laki. Rasulullah r bersabda:
﴿َ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَحَلَّ لِإِنَاثِ أُمَّتِي الْحَرِيرَ وَالذَّهَبَ وَحَرَّمَهُ عَلَى ذُكُورِهَا ﴾
"Sesungguhnya Allah Ta’ala U menghalalkan sutra dan emas bagi ummatku yang wanita dan mengharamkannya bagi kaum lelakinya"
3. Firman Allah Ta’ala
} وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ
تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ
كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينً {
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
menqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.(QS.An
Nisaa:101) Zhohir ayat ini menunjukkan bahwa mengqoshor sholat saat
perjalanan itu hanya dilaksanakan jika kita takut dari gangguan orang
kafir. Namun dalam sunnah Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
bahwa qoshor dalam safar adalah sedeqah dari Allah Ta’ala yang
sepantasnya diterima walaupun tidak khawatir gangguan orang kafir
عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ﴿
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ
أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا﴾ فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ
عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ e عَنْ ذَلِكَ
فَقَالَ :] صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا
صَدَقَتَهُ [
Dari Ya'la bin Umayyah berkata: Saya bertanya kepada Umar bin Khaththob t
tentang firman Allah Ta’ala(yang artinya):"… maka tidaklah mengapa kamu
menqashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang
kafir".Sekarang manusia(kaum muslimin) sudah aman?Beliau menjawab:"Aku
juga pernah heran dari apa yang kamu herankan, lalu aku bertanya kepada
Rasulullah r tentang hal tersebut"maka beliau menjawab:"Itu adalah
sedekah yang Allah Ta’ala bersedekah kepada kalian dengannya, maka
terimalah sedekah tersebut!"
4. Firman Allah Ta’ala :
﴿ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ ﴾
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan
dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS.Al
An'aam:82) Ayat ini menyebutkan zholim secara umum baik yang besar
maupun kecil, karenanya sebagian shahabat merasa berat dengan ayat ini,
lalu datang Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa makna
zholim di ayat ini adalah syirik.
5. Firman Allah Ta’ala
:
﴿ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِه ِ ﴾
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah Ta’ala,…"(QS.Al Maaidah:3) Ayat
ini menyebutkan haramnya darah dan bangkai tanpa adanya perkecualian.
Namun As Sunnah menjelaskan bahwa ada bangkai yang halal yaitu bangkai
belalang dan ikan serta adanya darah yang halal yaitu hati dan limpa.
Itulah beberapa contoh dari sekian banyak contoh-contoh yang menunjukkan
urgensi As Sunnah dalam memahami Al Qur’an, karenanya tidaklah
berlebihan apa yang dikatakan oleh seorang faqih dari kalangan tabi’in
yaitu Imam Abu Abdillah Mak-hul rahimahullohu (wafat thn 113 H) :
« القرآن أحوج إلى السنة من السنة إلى القرآن »
Al Qur’an lebih membutuhkan As Sunnah daripada As Sunnah kepada Al
Kitab(Al Quran). Bahkan imam Yahya bin Abi Katsir (wafat tahun 132 H)
menegaskan,
« السُّنَّةُ قَاضِيَةٌ عَلَى الْقُرْآنِ وَلَيْسَ الْقُرْآنُ بِقَاضٍ عَلَى السُّنَّةِ »
“As Sunnah yang memutuskan Al Quran dan bukan sebaliknya”
IV. HUBUNGAN ANTARA AL QUR’AN DAN AS SUNNAH
As Sunnah bersama Al Qur’an berada dalam martabat yang satu jika
ditinjau dari segi keberadaannya sebagai hujjah dalam syari’at ini.
Karenanya ketika kita mendapati beberapa nash yang kelihatannya
bertentangan diantara keduanya (Al Qur’an dan As Sunnah) tidak boleh
kita langsung meninggalkan As Sunnah dengan alasan bertentangan dengan
dalil yang lebih tinggi martabatnya, bahkan keduanya harus digabungkan
kemudian dicari jalan keluarnya. Ditinjau dari segi hukum maka hubungan
Al Qur’an dengan As Sunnah adalah :
1. Terkadang As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah
tercantum di dalam Al-Qur’an. Contoh : Hukum jilbab dan menundukkan
pandangan.
2. Terkadang As-Sunnah menafsirkan dan merinci hal-hal yang masih
bersifat global dalam Al-Qur’an. Contoh : Di dalam Al-Qur’an Allah
Ta’ala U memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan sholat dan haji,
lalu datang As-Sunnah menjelaskan secara rinci kaifiyat (tata cara)
pelaksanaan kedua ibadah tersebut.Kebanyakan as Sunnah termasuk dalam
jenis yang kedua ini
3. Terkadang As-Sunnah menetapkan hukum yang tidak disebutkan di dalam
Al Qur’an. Contoh : Hukum mencukur alis, mengikir gigi, penjelasan
tentang harta waris bagi nenek, hukum rajam bagi pezina yang sudah
menikah dan lain-lain.
V. SIKAP PENGIKUT HAWA NAFSU DAN FIRQOH-FIRQOH YANG SESAT TERHADAP AS SUNNAH
Sesungguhnya para musuh Islam dari berbagai kalangan senantiasa tidak
henti-hentinya memikirkan makar untuk menghancurkan Ad Dien ini. Dan
salah satu yang menjadi sasaran mereka adalah As Sunnah Al Muthohharoh
yang merupakan salah satu sumber syari’at Islam. Diantara usaha-usaha
yang mereka lakukan untuk memerangi As Sunnah :
1. Menolak As Sunnah sebagai hujjah, dan ini terbagi dalam beberapa macam:
a. Menolaknya secara mutlak.
b. Menolak hadits-hadits Ahad terutama dalam masalah Aqidah.
c. Menolak hadits-hadits yang menurut sangkaan mereka bertentangan dengan akal
d.Menolak hukum-hukum yang terdapat di dalam As Sunnah yang tidak
terdapat dalam Al Qur’an atau dianggap bertentangan dengan isi Al
Qur’an.
2. Tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan kepada beberapa rowi hadits,
seperti pada sahabat yang mulia Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dan tokoh
tabi’in imam Az Zuhri rahimahullah
3. Membuat dan menyebarkan hadits-hadits palsu di tengah-tengah kaum muslimin.
VI. ARGUMEN-ARGUMEN MUSUH-MUSUH SUNNAH DAN JAWABAN ULAMA AHLI HADITS TERHADAP MEREKA
Berikut ini kami akan jelaskan argumen-argumen (syubhat-syubhat) mereka
serta jawaban dan sanggahan para Ahli Hadits terhadap serangan dan
syubhat yang mereka lemparkan tersebut. Dan untuk kesempatan kali ini
kami hanya menitikberatkan bantahan kepada mereka yang menolak As Sunnah
secara mutlak. Wallohul Muwaffiq.
Syubhat I : Firman Allah Ta’ala yang menunjukkan bahwa Al Qur’an telah meliputi segala sesuatu ,diantaranya:
﴿ وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ
إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُون َ ﴾
"Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan..(QS.Al An'aam:38) Juga firman-Nya:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
" Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri."(QS. An Nahl:89)
Jawaban : Al Kitab yang dimaksud dalam Q.S. Al An'aam:38 adalah Lauh
Mahfuzh dan bukan Al Qur’an. Seandainya kita menafsirkannya dengan Al
Qur’an sebagaimana pada Q.S.An Nahl:89 maka yang dimaksud adalah Al
Qur’an telah menjelaskan seluruh hal-hal yang pokok dan hukum secara
global.
Syubhat II : Allah Ta’ala sudah menjamin kemurnian Al Qur’an dengan
penjagaan-Nya dan hal ini tidak terdapat pada As Sunnah . Mereka
berdalilkan dengan firman Allah Ta’ala
:
﴿ إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴾
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q.S.Al Hijr:9 )
Jawaban : Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjamin kemurnian syari’at
ini yang mencakup Al Qur’an dan As Sunnah, sebagaimana firman-Nya
﴿ يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى
اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ﴾
"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah Ta’ala dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah Ta’ala tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak
menyukai. (Q.S.At Taubah:32). Dan Ulama kita juga berbeda pendapat dalam
menafsirkan:
﴿ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴾
a. Ada yang mengatakan :” Menjaganya” berarti menjaga Muhammad r b. Ada
juga yang mengatakan :”Menjaganya” berarti menjaga syari’at yang
mencakup Al Qur’an dan As Sunnah. c. Ada juga yang menafsirkannya dengan
Al Qur’an namun ini bukanlah pembatasan, dan secara logika dikatakan
bahwa jika Al Quran dijaga maka sangat pantas jika penjelasannya yaitu
As Sunnah pun dijaga.Wallohu A'lam.
Syubhat III : Seandainya As Sunnah merupakan hujjah tentu Nabi
Shallallhu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk menuliskannya dan tentu hal
tersebut akan dilakukan oleh para shahabat dan tabi’in sesudahnya.
Jawaban :
1. Sesuatu yang hujjah tidak harus ditulis, ada beberapa hal yang menunjukkan hal tersebut:
a. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad r mengutus para sahabat
untuk berda'wah ke berbagai tempat dan mengajarkan kepada mereka
hukum-hukum Islam serta menegakkan syiar-syiarnya. Dan tidak seluruh
utusan tersebut dilengkapi dengan surat atau tulisan sebagai hujjah pada
saat menyampaikan da'wahnya pada orang-orang tersebut.
b. Kita telah mengetahui bersama bahwa shalat adalah rukun Islam yang
kedua yang merupakan rukun yang sangat penting dalam Islam ini dan tidak
mungkin kita mengetahui kaifiyah shalat benar jika hanya berpegang pada
Al Quran namun kita harus ruju' ke sunnah-sunnah Rasulullah . Dan tidak
ada keterangan yang menunjukkan bahwa Rasulullah r menyuruh para
sahabat untuk menulis apa yang beliau telah ajarkan baik berupa
perkataan ataupun perbuatan beliau tentang kaifiyah shalat yang benar
c. Telah kita sebutkan dalam bagian III dari tulisan ini yang
menunjukkan bahwa sunnah adalah hujjah dalam syariat, namun demikian
tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa setiap sunnah mesti ditulis.
Seandainya suatu hujjah wajib untuk ditulis maka tidak mungkin
Rasulullah r mengabaikan dan melalaikan masalah besar tersebut.
2. Sebagian ulama mengedepankan hafalan daripada tulisan Ini bisa kita
lihat dalam buku-buku para ulama kita,Ulama Ushul Al Fiqh umpamanya
mereka mendahulukan hadits yang didengar (masmu') dari hadits yang
tertulis(maktub) pada saat terjadinya perbedaan antara keduanya.
Demikian pula para Ahli Hadits, bahkan mereka berbeda pendapat dalam
masalah diterima tidaknya periwayatan dengan metode munawalah
(meriwayatkan hadits dari buku yang didapat dari salah seorang
muhaddits) ataupun mukatabah (periwayatan lewat tulisan) padahal mereka
sepakat dengan metode periwayatan dengan cara mendengar (as sama') dari
muhaddits kemudian menghafalkannya.
3. Beberapa hadits telah menunjukkan bahwa Nabi Shallallhu ‘alaihi wa
sallam mengizinkan kepada beberapa sahabat untuk menulis hadits bahkan
beliau memerintahkan menulisnya. Sebagaimana yang telah kami sebutkan
tentang kisah Abdullah bin Amr bin Al Ash t dan juga hadits berikut ini:
عن أَبي هُرَيْرَةَ t قَالَ لَمَّا فُتِحَتْ مَكَّةُ قَامَ النَّبِيُّ r
فَذَكَرَ الْخُطْبَةَ خُطْبَةَ النَّبِيِّ e قَالَ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ
أَهْلِ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أَبُو شَاهَ, فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
اكْتُبُوا لِي , فَقَالَ: ] اكْتُبُوا لِأَبِي شَاه [
Dari Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu ketika kota Mekkah sudah
ditaklukkan, Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk
berkhutbah-lalu Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu menyebutkan khutbah
beliau r- lalu berdiri seseorang dari penduduk Yaman yang dipanggil
dengan Abu Syah seraya berkata: "Wahai Rasulullah , tuliskanlah untukku
(khutbahmu)!"Maka beliau bersabda kepada para sahabat: "Tuliskanlah
(khutbah ini) untuk Abu Syah" Imam Khathib Al Baghdadi rahimahullah
telah menulis buku khusus yang beliau beri judul Taqyiidul Ilmi untuk
menjelaskan dalil-dalil yang menegaskan bahwa sunnah telah ditulis sejak
zaman Rasulullah r dan beliau dalam buku tersebut juga membantah
syubhat-syubhat orang yang menafikannya
Syubhat IV : Hadits-hadits Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam yang
mengisyaratkan akan munculnya hadits-hadits yang palsu dan perintah
beliau untuk menghadapkan setiap hadits (untuk diuji kebenarannya)
dengan Al Qur’an. Sebagaimana mereka menyebutkan hadits berikut ini:
] ما جاءكم فاعرضوه على كتاب الله , فما وافقه فأنا قلته , و ما خالفه فلم أقله [
“Apa yang datang kepada kalian (dari sunnahku) maka perhadapkanlah
kepada Al Quran, jika sesuai maka sayalah yang mengatakannya dan jika
tidak maka saya tidak mengatakannya” Mereka menyebutkan hadits-hadits
seperti ini untuk menunjukkan bahwa hadits bukanlah hujjah yang berdiri
sendiri namun hanya ikut dengan Al Quran, sehingga setiap hadits yang
datang perlu terlebih dahulu diperhadapkan dengan Al Quran.
Jawaban : Bahwa seluruh hadits-hadits tersebut lemah dan palsu sehingga
tidak pantas dijadikan hujjah, Imam Asy Syafi’I rahimahullah termasuk
orang yang pertama kali menjelaskan kebatilan-kebatilan riwayat-riwayat
tersebut dalam buku beliau Ar Risalah, lalu diikuti oleh Imam Baihaqi
dan Imam Suyuthi
VII. KHATIMAH(PENUTUP)
Inilah akhir dari tulisan yang ringkas dan sederhana ini yang merupakan
silsilah pertama dari makalah yang berkaitan dengan As Sunnah dalam
upaya menjelaskan hakikat As Sunnah dan kedudukannya serta jawaban
terhadap berbagai syubhat yang dilemparkan kepadanya terutama dari
mereka yang menolaknya secara mutlak. Adapun bagi mereka yang menolak
sebagiannya atau bagi mereka yang menyebarkan hadits-hadits dhoif dan
maudhu’ dengan berbagai dalihnya maka insya Allah Ta’ala akan kami
jelaskan jawaban terhadap syubhat-syubhat mereka dalam silsilah-silsilah
yang berikut. Yang terakhir sekali, perlu kami ingatkan bahwa As Sunnah
merupakan senjata utama dalam menghadapi musuh-musuh Ad Dien ini
terutama mereka dari kalangan ahlul bid’ah yang tidak mampu menghafal
dan memahami sunnah ini sehingga mereka hanya mengandalkan logika-logika
belaka dalam upaya menghancurkan serta merusak eksistensi Ad Dien yang
mulia ini. Simaklah dua wasiat agung dari sahabat yang mulia Amirul
Mukminin Umar bin Khaththob t:
1- « إِيَّاكُم وَ أَصحَابَ الرَّأيِ فَإِنَّهُم أَعدَاءُ السُّنَّةِ
أَعيَتهُمُ الأَحَادِيثُ أَن يَحفَظُوهَا فَقَاُلُوا بِالرَّأيِ فَضَلُّوا
وَ أَضَلُّوا »
Artinya:”Hati-hati kalian terhadap ashabur ro’yi(orang-orang yang
menuhankan akalnya) sesungguhnya mereka adalah musuh-musuh sunnah,mereka
tidak mampu menghafal hadits-hadits sehingga mereka hanya berbicara
berdasarkan logika belaka, maka mereka sesat lagi menyesatkan
“
2- » إِ نَّهُ سَيَأْتِي نَاسٌ يُجَادِلُونَكُمْ بِشُبُهَاتِ الْقُرْآنِ
فَخُذُوهُمْ بِالسُّنَنِ فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ
اللَّهِ «
“Sesungguhnya akan datang sekelompok manusia yang mendebatmu dengan
membawa syubhat-syubhat Al Quran (ayat-ayat yang mutasyabihat) , maka
hadapilah mereka dengan sunnah-sunnah Rasulullah r karena sesungguhnya
ashabus sunnah (orang yang berpegang teguh kepada As Sunnah) adalah
orang yang paling memahami Al Quran” Imam Malik rahimahulloh juga
mengingatkan kita dengan pesan penutup ini,
« السنَّة سَفينةُ نوح مَن رَكبَها نجَا ومَن تَخَلّفَ عنَها غَرِقَ »
“As Sunnah ibaratnya perahu nabi Nuh, siapa yang mengendarainya akan selamat dan siapa yang tidak mengendarainya akan tenggelam”
DAFTAR MAROJI’:
1. Hujjiyah As Sunnah; Al ‘Allamah DR.Abdul Ghani Abdul Kholiq Cet.II,Thn 1413 H. Daarul Wafaa,Mesir
2. As Sunnah Wa Makanatuha Fii At Tasyri’ Al Islami;DR.Mushtafa As Siba’i Cet.IV,Thn 1405 H. Al Maktab Al Islami, Beirut-Libanon
3. Tafsir Al Baghawi(Ma’alimut Tanzil); Al Imam Husain bin Mas’ud Al
Baghawi Tahqiq:Muhammad Abdullah An Namir dkk Cet.III.Thn.1416 H, Daar
Ath Thoyyibah,Riyadh-Saudi Arabia
4. Tadwin As Sunnah An Nabawiyyah; DR.Muhammad bin Mathor Az Zahroni Cet.I,Thn.1417 H. Daar Al Hijroh,Riyadh-Saudi Arabia
5. Miftahul Jannah Fi Al Ihtijaj Bi As Sunnah; Al Imam Jalaluddin As
Suyuthi Tahqiq: Mushtafa Abd.Qadir Atho Cet.I,Thn.1407 H, Daar Al Kutub
Al Islamiyyah,Beirut-Libanon
6. Tahqiq Ma’na As Sunnah; As Sayyid Sulaiman An Nadwi Takhrij wa
Ta’liq: Asy Syaikh Al Albani dll Cet.I.Thn 1411 H.Al Maktab Al
Islami,Beirut-Libanon
7. Al Adhwaa As Saniyyah ‘Ala Madzahib Rafidhi Al Ihtijaj Bi As Sunnah;
DR.Umar Sulaiman Al Asyqar Cet.I,Thn.1419 H.Daar An Nafaais-Yordania
8. Taqyid Al Ilmi; Al Imam Khothib Al Baghdadi Tahqiq:Yusuf Al ‘Isy Cet.II, Thn.1974 M. Daar Ihyaa As Sunnah An Nabawiyyah
9. Manzilah As Sunnah Fi Al Islam; Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Cet.III-Thn.1400 H, Ad Daar As Salafiyyah-Kuwait
10.Ar Risalah; Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i Tahqiq:Asy Syaikh Ahmad Syakir Daar Al Kutub Al Ilmiyyah,Beirut-Libanon
11 Raf’ul Malaam An Aimmatil A’laam; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Tahqiq: Zuhair Syawisy Cet. III, Al Maktab Al Islami,Beirut-Libanon
12. Jami’ Al Ulum wa Al Hikam; Imam Ibnu Rajab Al Hanbali Tahqiq:
Syu’aib Al Arnouth dan Ibrahim Bajis Cet. IV-Thn 1413 H, Muassasah Ar
Risalah-Beirut
13. Al Hujjah Fii Bayan Al Mahajjah; Al Imam Abul Qasim Al Ashbahani
Tahqiq : Asy Syaikh Muhammad bin Mahmud Abu Ruhayyim Cet. I-Thn. 1411 H,
Daar Ar royah- Riyadh
14. Sunan Ad Darimi; Imam Ad Darimi Tahqiq: Dr. Mushtafa Al Bugha Cet.II-Thn.1417 H, Daar Al Qalam –Dimasyq
15. Al Faqih wa Al Mutafaqqih; Al Imam Al Khathib Al Baghdadi Tahqiq:
Adil bin Yusuf Al Azazi Cet.I-Thn. 1417 H, Daar Ibn al Jauzi- Ad Dammam
(KSA)
16. Jami’ Bayan Al Ilmi wa Fadhlihi; Al Imam Ibnu Abd. Barr Tahqiq: Abul
Asybal Az Zuhairi Cet. I-Thn. 1414 H Daar Ibnul Jauzi-Ad Dammam(KSA)
17. Al Kifayah fi ‘Ilmi Ar Riwayah; Al Imam Al Khathib Al Baghdadi
Tahqiq : DR. Ahmad Umar Hasyim Cet. II-Thn 1406 H, Daar Al Kitab Al
‘Araby – Beirut
18. Ahadits fi Dzammil Kalam wa Ahlihi; Abul Fadhl Al Muqry’ Tahqiq :
DR. Nashir Al Judai’ Cet I-Thn 1996 M, Daar Al Athlas- Ar Riyadh
http://www.markazassunnah.com/2009/06/as-sunnah-sebagai-salah-satu-sumber.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar